Hukum Menentang Ketentuan Pemerintah Mengenai Penutupan Masjid
Alih Bahasa: Moh. Yusup Suhada
Mahasiswa Fakultas Syariah wa al-Qanun Universitas Al-Azhar Kairo Mesir
Kelima: Hukum menentang ketentuan pemerintah mengenai penutupan masjid
Tujuan umum dari pemberlakuan hukum-hukum syariat adalah merealisasikan maslahat manusia baik di dunia maupun di akhirat secara bersamaan, dan juga pada apa yang dikatakan oleh ulama, (yaitu) menjaga keteraturan alam dan membatasi penggunaan manusia terhadapnya dengan cara yang bisa mencegah dari kerusakan. Dan hal ini tidak akan terjadi kecuali dengan mendatangkan kebaikan (tahshil al-mashalih) dan menjauhi kerusakan (ijtinab al-mafasid).
Apabila menghadiri salat Jumat dan salat berjamaah (merupakan bagian) dari syi’ar agama Islam yang bersifat lahir, maka sesungguhnya merealisasikan kebaikan-kebaikan manusia (tahqiq mashalih an-nas) dan mencegah kerusakan (daf’ al-mafasid) dari mereka merupakan hikmah yang paling tinggi dari diutusnya para rasul dan diberlakukannya hukum-hukum yang dibawa oleh mereka, yang (mana semua itu) menunjukkan bahwa kebaikan-kebaikan bagi umat manusia itu didahulukan daripada syi’ar-syi’ar tersebut.
Dan apabila salat jumat hukumnya fardu dan salat jamaah hukumnya sunah –berdasarkan pendapat yang rajih– akan tetapi pelaksanaannya bisa mendatangkan bahaya, maka rasa takut terhadap bahaya tersebut harus didahulukan, dan wajib mencegah manusia untuk berkumpul di dalam masjid.
Karenanya apabila pemerintah sudah menentukan –berdasarkan petunjuk dan arahan orang-orang yang ahli di bidangnya– mengenai bahayanya berkumpulnya manusia di suatu tempat baik di masjid ataupun di selainnya, dan bahwasannya perkumpulan ini bisa menambah penyebaran virus, dan pemerintah sudah melarang mereka untuk melakukan perkumpulan ini, maka wajib bagi seluruh manusia untuk menaati larangan (pemerintah) ini dan menghentikan perkumpulan meskipun untuk salat Jumat dan berjamaah, sampai hilangnya larangan tersebut.
Dan tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk melanggar ketentuan ini, baik hal tersebut dengan (melakukan perkumpulan yang dihadiri) jumlah orang yang sedikit di dalam masjid setelah dikunci pintunya, kemudian mereka salat Jumat atau berjamaah di belakang pintu-pintu yang dikunci itu, ataupun dengan salat di depan masjid, atau di halaman-halaman, atau di atas atap bangunan.
Semua itu dianggap pelanggaran yang nyata terhadap perintah-perintah Allah berikut hukum-hukum-Nya dan merupakan pelanggaran terhadap syariat dan kaidah-kaidahnya yang sudah ditetapkan.
Yaitu;
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain”
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Mencegah kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kebaikan”
Berdasarkan hal tersebut, maka selama pemerintah sudah memunculkan ketetapan untuk mengunci masjid dalam waktu tertentu, maka tidak boleh melanggar ketentuan ini untuk mencegah kerusakan yang bisa lahir dari melanggar (ketentuan) tersebut.
Baca Juga : Hukum Membayar Zakat Sebelum Waktunya demi Menghadapi Penyebaran Virus Corona dan Solidaritas Sosial
Sumber :