Kedudukan Akhlak Di Dalam Islam
Kedudukan Akhlak Di Dalam Islam
Alih Bahasa: Jundi Amrullah, Lc.
Kedudukan akhlak di dalam Islam memliki peran yang sangat besar, sejalan dengan ucapan Nabi saw. yang mengatakan,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad: 8952)
Kemudian beliau menjelaskan kedudukan akhlak itu di dalam hadist yang lain, di mana beliau bersabda,
“Sungguh orang yang paling kucintai dan dekat kedudukannya denganku pada Hari Kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya. Dan yang paling kubenci dan jauh kedudukannya dariku pada Hari Kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara, sehingga keluar dari kebenaran, lancang mulutnya dan mutafaihiqun.”
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapa itu mutafaihiqun?”
Beliau menjawab: “Orang-orang yang menyombongkan diri.” (HR. Ahmad)
Dan juga di dalam hadis beliau yang lain lagi,
“Sesungguhnya Allah itu Maha Pemurah dan mencintai kedermawanan. Dia mencintai akhlaq yang mulia serta membenci akhlak yang tercela.”(HR. Baihaqi)
Hadis-hadis tersebut, begitu juga masih banyak hadis-hadis yang lain, telah menunjukkan betapa besarnya kedudukan akhlak.
Hadis yang pertama menjelaskan bahwa risalah Nabi Muhammad saw. itu terbatas pada akhlak yang mulia. Sebab, kata “إنما” itu merupakan adat hashr yang berfungsi membatasi. Sehingga, uslub atau gaya bahasa yang jelas tersebut mengingatkan kaum muslimin tentang kedudukan yang agung itu, yang telah dijadikan Allah sebagai kedudukan akhlak.
Bahkan, fitrah manusia itu selalu mengajak manusia kepada akhlak yang mulia. Para cendekiawan telah bersepakat bahwa sifat jujur, menepati janji, dermawan, sabar, berani dan loyal dalam hal kebaikan merupakan akhlak yang terpuji, yang menyebabkan penyandangnya layak untuk mendapatkan apresiasi/kemuliaan beserta pujian. Dan bahwasanya sifat dusta, khianat, pengecut, dan pelit itu adalah akhlak tercela yang bisa menyebabkan penyandangnya dikecam.
Maka, seorang muslim yang baik perangainya pasti terkumpul padanya sifat-sifat yang mulia dan terlepas dari akhlak yang tercela. Nabi telah mengisyaratkan kepada kita mengenai keutamaan akhlak di dalam sebuah hadis, sewaktu beliau berinteraksi dengan salah satu sahabatnya, yaitu sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir, di mana beliau berkata,
“Wahai, ‘Uqbah! Maukah engkau kuberitahu tentang sebaik-baiknya akhlak penduduk dunia dan akhirat? Yaitu engkau menyambung silahturahmi kepada yang memutus, engkau maafkan orang yang menzalimimu dan engkau berbagi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu.” (HR. Ahmad)
Akhlak yang mulia itu antara lain berkisar pada hal-hal berikut, yaitu; rasa malu, sopan, jujur, sedikit berbicara, banyak bertindak, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna, berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturahmi, sabar, syukur, peka dan sederhana. Akhlak yang terpuji itu semuanya berpangkal pada khusyu dan semangat yang tinggi.
Akhlak mulia juga memiliki peran yang besar nan pengaruh dalam masyarakat dalam hal perkembangan dan kemakmuran. Tatkala ahlak mulia sudah tersebar luas di tengah masyarakat, maka masyarakat tersebut akan maju dan berkembang pesat. Sebab, pokok peradaban yang hakiki itu berada pada peradaban manusia dan mulianya akhlak mereka.
Terkait hal ini, penyair kenamaan, Ahmad Syauqi berdendang;
Sejatinya peradaban umat itu selama akhlaknya masih menetap.
Jika ia telah hilang, maka hilanglah pula peradaban meraka.
Oleh karena itu, akhlak mulia adalah pemacu bagi hati yang sehat dan jiwa yang bersih, akidah yang benar, pikiran yang tenang, dan ketetapan dalam iman serta jati diri. Sedangkan akhlak tercela hanya akan membuat cacat, baik sebagian ataupun segalanya. Semoga Allah menjaga kita semua dan umat manusiaa dari akhlak yang tercela. Wallahu A’lam
Sumber: Ali Jum’ah, al-Bayân li Ma Yusyghil al-Adzhân, (Kairo: Dâr al-Muqattam: 2014)
Baca juga: Ketika Ilmu Mengalahkan Segalanya