Nyunah Malam Jumat? - MyESI App

Nyunah Malam Jumat?

Nyunah Malam Jumat?

Oleh: Muhammad Yusuf Syuhada
(Mahasiswa Jurusan Syariah Islamiah Fakultas Syariah wa al-Qanun Universitas Al-Azhar Kairo Mesir)

Di masyarakat banyak tersebar anggapan bahwa pada malam Jum’at disunnahkan untuk melakukan hubungan badan antara suami istri dan sering disuarakan sebagai “sunah Rasul”. Tapi benarkah hal tersebut apabila merujuk kepada warisan keilmuan dari para pemikir-pemikir besar dalam Islam?

Paling tidak ada sebuah hadist yang disinyalir merupakan landasan munculnya pemikiran di atas,yaitu hadist shahih riwayat Bukhari (881) dan Muslim (850) yang berbunyi:

«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الخَامِسَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ حَضَرَتِ المَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ»

Artinya: “Barangsiapa yang mandi junub di hari Jum’at, kemudian bergegas ke mesjid maka pahalanya seperti bersedekah dengan unta, dan barangsiapa yang datang pada jam kedua maka pahalanya seperti bersedekah dengan sapi, dan barangsiapa yang datang pada jam ketiga maka pahalanya seperti bersedekah dengan kambing, dan barangsiapa yang datang pada jam keempat maka pahalanya seperti bersedekah dengan ayam, dan barangsiapa yang datang pada jam kelima maka pahalanya seperti bersedekah dengan telur. Maka jika imam sudah datang untuk khutbah, malaikat pun hadir untuk mendengarkan khutbah”

Ada dua versi pemaknaan terhadap kalimat: غُسْلَ الجَنَابَةِ pada hadist di atas:

1. maknanya adalah mandi seperti mandi janabah yaitu dengan membasuh seluruh tubuh, rambut sehingga seseorang tidak menyepelekan mandi jum’at meski hanya sekedar sunnah, pendapat ini yang dipegang oleh mayoritas ulama.

Pendapat ini diperkuat oleh hadist lain yang diriwayatkan Ibnu Juraij yang berbunyi:

فَاغْتَسَلَ أَحَدُكُمْ كَمَا يَغْتَسِلُ مِنَ الْجَنَابَة

Artinya: “maka  mandilah salah satu dari kalian seperti ia mandi janabah”

2. maknanya adalah mandi janabah, sehingga pada hari jum’at ia dianjurkan untuk mandi janabah dan pergi untuk shalat Jum’at, tujuannya adalah agar lebih tenang pandangan selama pergi menuju masjid. Pendapat ini diriwayatkan oleh Abu ath-Thayyib dalam bukunya at-Ta’liq, dan juga diriwayatkan oleh Ibnu ash-Shabbagh dalam bukunya asy-Syamil. Maka dari sini disunnahkan bagi orang yang beristri untuk melakukan hubungan badan agar ia bisa mandi janabah di hari Jum’at.

Pendapat ini diperkuat oleh hadist shahih lain dalam sunan an-Nasa’i (1381) yang berbunyi:

مَنْ غَسَّلَ وَاغْتَسَلَ، وَغَدَا وَابْتَكَرَ، وَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ صِيَامُهَا وَقِيَامُهَا

Artinya: “barangsiapa membuat orang lain mandi lalu ia-pun mandi, dan pergi pagi-pagi dan mendekati imam dan ia tidak (berbicara) sia-sia, maka setiap langkahnya bernilai pahala beramal satu tahun baik puasanya maupun bangun malamnya”

Hadist ini menurut sebuah riwayat dibaca dengan men-tasydid-kan kata غسل sehingga maknanya “memandikan” yang mana menurut salah satu versi pemaknaannya berarti “membuat istrinya mandi dengan cara menggaulinya”.

Namun pemaknaan hadist di atas (hadist sunan an-Nasa’i) dengan makna seperti itu dinilai lemah, sedangkan pemaknaan yang dianggap kuat sebagaimana dijelaskan imam an-Nawawi adalah dengan membaca kata غسل tanpa tasydid dan dimaknai “mencuci kepalanya (ketika mandi)”(al-Majmu’, vol. 4, hlm. 543).

Dari dua versi makna ini kita memahami  bahwa pemikiran tentang disunnahkannya melakukan hubungan badan dengan pasangan di malam Jum’at adalah berasal dari pemahaman anjuran mandi Jum’at dengan memahaminya sebagai mandi janabah sebagaimana pemaknaan versi kedua.

Akan tetapi, pemaknaan ini  tidak  bisa kita pegang sebagai masyarakat yang memeluk madzhab Syafi’i, dikarenakan pemaknaan hadist di atas (hadist Bukhari dan Muslim) dengan “mandi janabah” adalah pemaknaan yang dilemahkan oleh madzhab Syafi’i, sedangkan makna yang diambil dalam madzhab kita adalah “mandi sebagaimana mandi janabah” sebagaimana dijelaskan oleh imam Nawawi (al-Majmu’, vol. 4, hlm. 539). Maka, mengatakan bahwa melakukan hubungan seksual dan mendasarkannya kepada madzhab Syafi’i adala sesuatu yang tidak bisa dibenarkan.

Namun imam Qurthubi dari madzhab Maliki berpendapat bahwa pemaknaan hadist tersebut dengan “mandi janabah” adalah pemaknaan yang sesuai sehingga tidak bisa dikatakan sebagai pemaknaan yang salah, meskipun yang unggul adalah pemaknaan yang pertama (yaitu dimaknai mandi seperti mandi janabah) (Fathul Bari, vol. 2, hlm. 366). Sehingga kita bisa mengamalkannya (meski lemah) sebagai aplikasi dari pembacaaan lain dari hadist di atas. Wallahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mungkin kamu juga suka
930 x 180 PASANG IKLAN DI ESI

Semua Fitur MyESI App

Al-Quran

Hadits

Talaqqi

Tulis

Kuliah

Maps

Market

Web Masisir

Kitab

Wirid & Doa

E-Learning

Maulid

Intif Mesir

DKKM

Qiblat

Copyright © 2024 MyESI App
All rights reserved.