Membentuk Pribadi Bertakwa dengan Puasa, Cukupkah?
Sebagaimana yang sudah menjadi perkara maklum di antara kaum muslimin, bahwa di balik hikmah puasa Ramadhan adalah membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa. Maka, ketika berhasil melewati bulan Ramadhan, mestinya kita juga berhasil menjadi pribadi yang bertakwa.
Lalu apa sebenarnya takwa itu? Secara umum, pengertian takwa menurut para ulama adalah menjaga diri untuk senantiasa patuh pada perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Pertanyaan berikutnya adalah apakah untuk meraih ketakwaan cukup dengan berpuasa? Tentu saja jawabannya tidak. Karena faktanya, tidak semua orang yang berpuasa menumbuhkan ketakwaan pada dirinya. Lantas bagaimanakah cara untuk membentuk ketakwaan?
Dalam Surat Al-Baqarah ayat kedua sampai kelima, Allah menyebutkan sifat-sifat orang bertakwa. Syekh Abu Yasin menyebutkan dalam tafsirnya At-Taysir fi Ushuli Tafsir bahwa inti dari sifat takwa itu terdiri dari dua hal, yakni iman dan amal.
Eksistensi iman seseorang dibuktikan dengan amalnya. Sedangkan jika seseorang beramal tanpa iman, akan sia-sia seluruhnya. Maka, kedudukan iman diibaratkan sebagai tangki bahan bakar dan amal adalah mesinnya. Semakin penuh tangki tersebut, semakin cepat pula gerak mesin tersebut. Sebaliknya, jika tangki keimanan itu tidak pernah diisi, bagaimana bisa mesin bergerak?
Mari kita ambil sebuah contoh sederhana. Penduduk di sekitar gunung diberitahu pemerintah untuk segera mengungsi karena akan terjadi erupsi beberapa jam lagi. Orang yang memiliki kepercayaan tinggi pada berita tersebut akan segera bergegas menyiapkan sebanyak mungkin bekal yang akan dibawa mengungsi dan mengamankan barang-barang berharganya. Sedangkan orang yang tidak percaya atas berita tersebut masih bersantai ria dan tidak menyiapkan apa-apa.
Dari contoh di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa tingginya keimanan akan mencetak sosok yang produktif dan aktif. Sebaliknya, ketika seseorang tidak memiliki iman, ia akan bersantai ria dan tidak peduli nasihat orang di sekitarnya.
Seorang muslim jika sudah terbiasa hidup dalam ketaatan, Allah akan menghadirkan perasaan cinta dan bahagia ketika melaksanakannya, dan menciptakan rasa gelisah ketika melanggar aturan-Nya. Hal ini sudah disebutkan dalam firman-Nya:
مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحࣰا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنࣱ فَلَنُحۡیِیَنَّهُۥ حَیَوٰةࣰ طَیِّبَةࣰۖ وَلَنَجۡزِیَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُوا۟ یَعۡمَلُونَ
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS: An-Nahl [16] : 97)
Janji inilah yang menjadi sumber kekuatan kaum muslimin. Di masa Rasulullah saw., kaum muslimin tetap berpuasa saat Perang Badar terjadi. Tiga ratus orang lapar melawan seribu orang kenyang, tapi justru yang menang adalah orang-orang yang lapar. Bagaimana mungkin ini terjadi jika bukan karena pertolongan Allah?
Pertempuran Ain Jalut, Fathul Makkah, Penaklukan Andalusia, Perang Qadisiyah, dan banyak lagi peristiwa-peristiwa bersejarah kaum muslimin terjadi saat para pasukannya beruasa. Ini semua bukti bahwa Ramadan adalah bukan sekedar bulan ibadah, tapi juga bulan jihad. Jihadul Kuffar wal Munafiqin serta Jihadun Nafs.
Imam Bushiri dalam Burdahnya bersenandung,
فَلاَ تَرُمْ بِالْمَعَاصِي كَسْرَ شَهْوَتِهَا #
Janganlah berusaha menjinakkan nafsu dengan cara menuruti permintaannya…
إِنَّ الطَّعَامَ يُقَوِّي شَهْوَةَ النَّهِمِ
Sesungguhnya makan justru menguatkan nafsu makan sebanyak-banyaknya…
والنفس كالطفل إن تهمله شب على#
Dan hawa nafsu laksana anak kecil, jika kau tidak menyapihnya, ia tumbuh…
حب الرضاع وإن تفطمه ينفطم
Dengan suka menyusu, dan jika kau sapih maka ia akan berhenti…
Maka, untuk meraih takwa tidak cukup dengan berpuasa dari lapar dan haus. Tapi juga harus menghadirkan iman dalam setiap perbuatan dan menjadikan Qur’an sebagai pedoman. Ja’alnallahu Minal Aidin wal Faizin, aamiin.
Penulis: Shofia Rosyida
(Mahasiswi jurusan Syariah Universitas Al-Azhar Kampus Banat)
Penyunting: Rifqi Taqiyuddin