Hujan Hari Itu
Oleh: Ambang Fajar Bagaskara
Inilah dia. Disana.
Kalau begitu aku harus menyatakannya hujan perasaan. Ah, rintiknya bercucuran dari dalam hasratmu membawakan rasa hangat. Melembutkan jiwaku dan membuatnya berkelana dalam kegelapan.
“Deg… Deg…”
Selama jantungku masih berdetak, apakah perjalanan hidupku tak pernah mencapai akhir?
Kamu…
Sebenarnya, apa rintik hujan yang kamu kumpulkan itu… Apa kamu masih mengumpulkannya?
Saat itu, kita belum saling mengenal. Meskipun begitu, kita memberikan yang kita punya.
Setiap harinya selalu seperti mimpi.
Sampai sebelum kita mengetahuinya… Semua menjadi terbiasa.
Lalu suatu hari, apakah hari itu akan turun kembali?
Tak apa kalau kamu memikirkannya atau tidak.
Kalau dipikir… Bukannya sekarang hampir bulan Agustus?
Kamu… Apa kamu mengetahuinya?
Sepertinya alam semesta ini perlahan tapi pasti makin melebar.
Jarak antara bintang makin meluas perlahan tapi pasti.
Apa yang coba ku dapatkan, kalau diri kita pasti ikut berkembang.
Rasanya seperti aku telah bermimpi panjang. Hatiku juga akhirnya tenang.
Tolong lihatlah ke langit.
Langitnya sebiru waktu itu.
Langit yang sama seperti yang kita lihat di tepi sungai, setelah hujan.
Ya, aku sungguh minta maaf telah membuatmu menunggu begitu lama.