Bekiking-bekiking; Rahasia Unik Santri Nusantara
Oleh: Nur Mohamad Fauzi (Mahasiswa al-Azhar, Fakultas Ushuluddin)
Sering dijumpai di beberapa pondok pesantren di Indonesia kata “بكيكيغ-بكيكيغ,” yang jika ditulis dalam bahasa Indonesia latin bunyinya “bekiking-bekiking,” tertulis di kitab-kitab milik para santri, khususnya pondok-pondok salaf/salafiyah atau bisa juga disebut pondok pesantren yang masih melestarikan kajian kitab-kitab kuning (kuno) dan identik dengan tradisional (klasik).
Sebuah kata unik ini mengandung misteri bagi para santri nusantara. Kata ini biasanya digunakan oleh para santri untuk ditulis di bagian depan atau belakang kitab miliknya, selain tulisan basmalah, sholawat ataupun nama dirinya yang terkadang dibuat khat, dan variasi lainnya.
Kata ini unik karena sekilas dilihat tulisannya berhuruf hijaiah (Arab), tapi ada salah satu dari hurufnya yang bunyinya “ng” di kata itu, sedangkan diketahui bahwa dalam bahasa arab tidak ada kata yang berbunyi “ng.” Dan, dalam bahasa jawa atau indonesia sendiri kata tersebut tidak ada maknanya.
Kemudian untuk apakah kebanyakan para santri menggunakan kata itu untuk ditulis di bagian kitabnya? Dulu, ‘ketika masih mondok’ pribadi sendiri heran dan bertanya-tanya ketika melihat banyak kitab di pinggir-pinggir jendela masjid dan rak-rak kitab milik pondok didalamnya tertulis kata ini.
Akhirnya, saya tanyakan tentang kata ini ke beberapa kakak kelas pondok, baik yang pengurus pondok maupun yang bukan pengurus tapi sudah lama mondok.
Rata-rata dari mereka jawabanya sama yaitu “supaya kitabnya awet dan tidak dimakan rayap.” Dan memang benar kitab-kitab yang tertulis kata itu lebih awet dan tidak dimakan rayap daripada kitab-kitab yang tidak tertulis kata itu. Tapi kok bisa ajaib gitu yaa?
Nah! Setelah dicari tahu lebih mendalam, bersumber dari pakar Filologi Indonesia ‘Ahmad Ginanjar Sya’ban’, oleh para peneliti naskah kuno dibahas serta dikaji dalam kajian filologi atau tahqiqut turatsnya, bahwa ternyata kata-kata ini sudah menjadi kebiasaan lama para ulama di Persia yang ditulis di banyak kitab dan buku mereka. Yang mana jika diartikan dalam bahasa indonesia bermakna “wahai raja rayap jangan kau makan naskah ini.”
Dan benar saja ‘kita berbicara diluar hal yang mistis’, kitab-kitab mereka yang tertulis kata itu tidak dimakan rayap dan awet sampai ratusan tahun.
Akhirnya dari situ tersebarlah kata بكيكيغ-بكيكيغ itu sampai negeri kita, entah siapa yang membawa pertama kali. Jadi, silakan dicoba sendiri tulis di kitab-kitab ataupun buku-buku lainnya supaya tidak dimakan rayap. Dan yang pasti semua hal itu hanyalah perantara, tetap Allah yang mengatur segalanya.